Perjalananku Mencapai Puncak Andong, Magelang, Jawa Tengah.

Januari 15, 2016

Hampir satu tahun saya tidak berani naik gunung karena serangan bels palsy yang menyerang sebagian syaraf muka. Menurut dokter, penyebab dari penyakit ini adalah angin dan udara dingin, sehingga keinginan untuk naik gunungpun suatu ancaman bagi saya. Beberapa kali ketika mendapat tawaran naik gunung bersama teman-teman pecinta alam yang tergabung dalam komunitas The Crotter's, sayapun menolaknya.

Naik gunung atau muncak merupakan salah satu kegiatan favorit saya. Saya bukanlah pendaki profesional yang sudah mahir dalam mendaki, melainkan seorang pemula yang berusaha menjadi pendaki yang taat akan aturan-aturan pendakian yang berlaku. Kali ini saya mencoba untuk meng-iyakan ajakan mereka setelah dinyatakn sembuh oleh dokter beberapa bulan yang lalu dan mempertimbangkan matang-matang tentang tujuan puncak yang akan kami tuju. Sayapun bergabung dengan anak-anak pecinta alam The Crotter's untuk mendaki puncak tersebut. Tujuannya adalah puncak Andong yang berada di Magelang, Jawa Tengah.

Puncak Andong memiliki ketinggian sekitar 1726 mdpl. Puncaknya yang tidak terlalu tinggi membuat saya semakin yakin untuk memberanikan diri berangkat bersama teman-teman The Crotter's menuju puncak tersebut. Selain itu, saya berfikir sepertinya tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapai puncak. Meski Puncak Andong tidak terlalu tinggi, pemandangan yang disajikan oleh Puncak Andong tidak kalah dengan gunung lain yang memiliki ketinggian lebih dari 3.000 mdpl. Rute untuk mencapai basecamp pendakianpun sangatlah mudah dengan kondisi jalan yang bagus sehingga semakin membuat kami menikmati perjalanan menuju basecamp pendakian.

Kami berangkat ber-enam menggunakan tiga motor dimulai dari Kota Demak dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam. Perjalanan kami tempuh sekitar 3 jam. Dari Demak melewati Semarang, Ungaran hingga masuk Kota Salatiga. Dari Salatiga belok ke arah Kopeng sampai Pasar Ngablak. Perjalanan di lanjutkan dengan belok ke kanan dari pertigaan setelah pasar Ngablak dengan mengikuti papan penunjuk arah ke basecamp. Berbekal papan penunjuk arah, kami pun sampai di basecamp Taruna Jaya Giri yang menjadi tujuan kami. Sebenarnya ada beberapa basecamp pendakian untuk memulai pendakian ke Puncak Andong, akan tetapi kami memilih Basecamp Taruna Jaya Giri yang berada di Desa Giri Rejo, Ngablak, Magelang karena lokasinya lebih dekat.

Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 lewat, kami merebahkan badan sejenak di basecamp dengan beralaskan tikar panjang yang juga di pakai oleh pendaki lain untuk beristirahat sebelum dan setelah pendakian. Mengisi perut sambil menunggu waktu maghribh tiba kami lakukan agar dalam pendakian badan tetap fit dan dalam keadaan tenang. Pendakian kami mulai sekitar pukul 18.30. Sebelumnya kami registrasi dan mengecek peralatan terlebih dahulu untuk meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Pendakian di awali dengan jalanan bersemen melewati kebun sayur hingga di gapura yang merupakan pintu masuk pendakian.  Masuk melewati gapura pendakian, trekkingpun di mulai dengan kondisi tanah yang basah dan berundak melewati Hutan Pinus, pos satu dan pos dua. Beberapa kali bertemu dengan sesama pendaki dari kota lain yang juga memulai pendakian di waktu yang berdekatan. Dengan menyapa, saling memberi semangat dan sedikit basa basi kami memulai percakapan sehingga membuat raga ini semakin semangat untuk mendaki gunung Andong hingga puncak. Malam itu ada sekitar 70 orang lebih yang akan mendaki Puncak Andong menurut catatan saat registrasi. Tak hanya mereka yang sudah sering mendaki, pemulapun banyak yang mendaki Puncak Andong pada malam itu.

Tertawa, bercanda, mengiringi perjalanan kami hingga puncak agar rasa lelah, capai sedikit berkurang dan kami tetap bersemangat untuk mencapai Puncak Andong. Cuaca malam itu mendung gelap, tidak ada satupun bintang yang terlihat di langit. Keadaan gunungpun berkabut tebal membuat kami tidak begitu jelas melihat keadaan gunung andong yang sebenarnya. Dengan bantuan penerangan senter kami melihat lamat-lamat keadaan gunung Andong. Ada beberapa tumbuhan gosong, terlihat hitam legam akibat pembakaran hutan pada september 2015 lalu. Sungguh miris dengan keadaan gunung andong yang hangus karena ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Semakin ke atas, udara semakin dingin dengan tiupan angin kencang dan berkabut tebal.

Setelah melewati hutan pinus, trekking semakin menanjak dengan keadaan sisi kiri berupa jurang yang curam dan sisi kanan tebing. Kami harus hati-hati dalam melangkah agar tidak terperosok ke dalam jurang. Dalam perjalanan, joe (salah satu anggota) merasa sedikit kelelahan, kamipun beberapa kali break untuk memulihkan tenaga. Selain break, untuk memulihkan tenaga, kami memakan sesuatu yang manis sebagai sumber tenaga seperti permen, madu, coklat ataupun gula yang sudah kami bawa. Itulah cara yang sering digunakan para pendaki saat tenaga mulai berkurang. Tidak lupa meminum air mineral untuk melepas dahaga. Tetapi dilarang meminum secara berlebihan karena akibatnya perut menjadi kembung dan membuat tubuh semakin berat. Udara dingin yang menyelimuti gunung Andong berubah menjadi panas di badan. Keringat mengucur deras dari sela-sela pori-pori kulit, tenagapun ikut terkuras seiring keluarnya keringat.

hutan pinus Gunung AndongTrekking-Andong

"Semangat cuiy, masih semangat?" Beberapa kalimat yang sering kami ucapkan saat mendaki gunung. Tanpa disadari ucapan tersebut memacu kami untuk selalu bersemangat di setiap langkah. Tak terasa sekitar dua jam trekking, sampailah kami di sebidang tanah lapang yang penuh dengan warna-warni tenda. Dan kami pun berteriak karena terasa cukup cepat.

Hey kita sampai di puncak :) Teriakku kegirangan (bukan tante girang)

Eh, ini serius sudah sampai? tanya blacky kepada kami.

Kami pun menjawabnya dengan ragu " iya mungkin"

Kok cepet banget ya? Ungkap blacky.

lihatlah terdapat papan bertuliskan "Puncak Andong 1726 mdpl" mungkin ini memang puncaknya. Teriakku sambil menunjuk tulisan tersebut.

Saya melirik jam tangan yang bearada di pergelangan tangan kiriku, waktu menunjukkan pukul 20.30 WIB. Saat sampai di lahan yang digunakan untuk mendirikan tenda, seorang anak kecil bersama 2 orang dewasa terlihat sangat bersemangat. Saya pun menyapa dan bertanya kepada si kecil yang cantik dan mungil itu.

Loh adek kecil bisa sampai sini? Celetukku.

Hehehe, iya mas. Jawab si adek kecil.

Kelas berapa dek? tanyaku sambil senyum.

Kelas tiga SD. Jawab si adek cantik.

Ia pun pergi bersama dua orang dewasa tersebut yang sepertinya juga mencari lahan untuk mendirikan tenda. Saya merasa heran karena seorang anak kecil kelas tiga SD bisa naik hingga puncak. Sejenak berfikir tentang adekku yang duduk di bangku kelas enam SD. Dan rasanya ingin mengajaknya naik ke Puncak Andong untuk merasakan sensasi pemandangan alam dari atas puncak. Mungkin bisa lain waktu untuk mengajak adekku.

Awalnya kami berfikir bahwa tanah lapang yang menjadi tempat mendirikan tenda itu adalah Puncak Andong. Ternyata bukan, tempat ini adalah lokasi Camping Ground. Pantas saja di sini terdapat banyak tenda. Segera kami mencari lokasi yang cukup untuk mendirikan dua tenda. Udara di puncak semakin dingin, berkabut dan berangin kencang. Lebih kencang dari hembusan angin saat trekking. Menggerakkan badan merupakan salah satu cara untuk menetralisir hawa dingin di puncak. Hal itu yang sering kami lakukan saat sampai di puncak. Semakin kita diam, semakin dingin udara yang kita rasakan. Tenda sudah berdiri, kamipun memasukkan barang-barang ke dalam tenda. Setelah itu membuat minuman hangat untuk menghangatkan tubuh. Sebelum tidur, kami saling sharing tentang gunung-gunung yang pernah kami capai sebelumnya. Termasuk cerita mistisnya

.Camping-Ground-Puncak-AndongMalam-di-Puncak-Andong

Tenda sebelah terdengar ramai dengan teriakan-teriakan penuh canda tawa. Sedangkan tenda kami terasa sunyi, sepi dan mistis karena sharing tentang kemistisan beberapa gunung yang pernah di capai. Kesalahan besar bagi kami bercerita tentang hal mistis di gunung. Panjang lebar satu-per satu bercerita, tak sadar kalau malam semakin larut. Kamipun tidur berselimutkan sleepingbed, berkaos kaki dan jaket tebal. Aji yang tidak tidur malam itu memandangi pemandangan malam bawah puncak. Dia membangunkan kami yang terlelap dalam dinginnya malam di Puncak Andong. Dia memberitahukan bahwa kabut tebal telah menghilang dan berganti kerlap-kerlip lampu yang indah di bawah sana. Kami bangun dengan mata sayup-sayup memandang ke bawah dan melihat keindahan malam dari atas puncak. Terlihat seperti kunang-kunang yang berterbangan di malam hari. Bulanpun tampak hampir sempurna dengan hiasan awan.

Puas memandangi kerlap-kerlip lampu dari puncak, saya dan beberapa teman kembali mencoba memejamkan mata, akan tetapi tak bisa hingga esok tiba. Namun pagi itu sinar matahari tak menampakkan dirinya karena kabut kembali menyelimuti kawasan Puncak Andong. Kami hanya bisa berharap melihat gumpalan awan layakmya negeri di atas awan. Sial, gumpalan awanpun tak mau muncul di hadapan kami. Hanya terlihat jauh menutupi beberapa gunung yang mengelilingi Puncak Andong.

Beberapa gunung yang mengelilingi Puncak Andong adalah Gunung merbabu, Merapi, Sindoro, Sumbing. Sedangkan pemandangan di bawah adalah kebun sayur yang terlihat berpetak-petak seperti sawah. Keadaan Puncak Andong sangat ramai waktu itu. Kami mencoba menuju Puncak Andong bersama beberapa orang saja dan yang lainnya tetap berada di dalam tenda. Tak ada lima menit berjalan, sampilah di Puncak Andong. Masih ada satu puncak lagi yang bisa kami jangkau yakni Puncak Alap-alap namun, kami tidak ke sana karena jaraknya yang cukup jauh dan harus melewati jembatan setan.

Banyak yang memanfaatkan momen di atas puncak untuk berfoto selfie, wefie dan kirim salam dengan cara menuliskan nama seseorang di atas kertas dan difoto macam anak-anak kekinian. Terkadang saya tersenyum sendiri melihat orang-orang yang suka bertingkah mengirimkan salam lewat tulisan tersebut dan di upload ke social media. Lebih anehnya jika ada seseorang yang tidak bisa naik gunung atau tidak diajak naik gunung tetapi dia ingin tetap eksis dengan cara meminta temannya untuk menuliskan namanya di kertas salam dan di foto. Sayapun pernah mendapatkan hal itu.

Pernah ada seorang teman yang tidak saya ajak naik gunung, sebagai gantinya dia memintaku untuk menuliskan namanya di kertas dan di foto. Akan tetapi saya tidak mengabulkan permintaannya itu, karena menurut saya itu hal yang aneh. Hayoo siapa yang sering foto dengan kertas salam, ngaku hehehe. Setiap orang memang memiliki haknya masing-masing untuk melakukan sesuatu yang dia inginkan, yang penting tidak melampaui batas hehehe.

Matahari semakin bergeser menandakan waktu semakin siang, kami segera  memasak bekal yang kami bawa sebelum memutuskan untuk turun. Melahap habis masakan yang telah di masak agar tetap fit saat turun nanti. Sekitar pukul 09.00 WIB kami berkemas, melipat tenda, mengecek semua barang yang kami bawa dan satu lagi mengumpulkan sampah kemasan bekal yang kami bawa. Sebagai pendaki yang baik dilarang membuang sampah di area puncak dan dilarang mengotori gunung dengan sampah-sampah tersebut. Saat turun semakin terlihat jelas keadaan gunung andong yang sempat terbakar. Terlihat hutan pinus beserta daunnya yang kering dan hijau. Terasa lega ketika melihat bibit tanaman pinus yang sepertinya baru ditanam. Kemungkinan penanaman kembali dilakukan oleh pengelola Gunung Andong. Yuk lestarikan alam Indonesia, jangan kotori alam dengan sampah-sampahmu. Budayakan untuk membawa sampah kembali dan buang pada tempatnya ya :) Salam pendaki.

You Might Also Like

18 komentar

  1. Udah pernah muncak ke mana aja win?

    BalasHapus
  2. Sayang tertutup kabut. Lain kali harus ke sana lagi. Hehehe

    BalasHapus
  3. Insya Allah. Tapi kayaknya ketagihan buat ke sana hehe Selain cepat sampai puncak. Trekkingnya juga tidak sulit bro.

    BalasHapus
  4. Welcome back Yasir. Akhirnya posting lagi, jadi ini puncak Andong yg kamu ceritakan itu ya? Seru juga dan kayaknya gak terlalu lama ya untuk trekking dari base camp sampai ke puncaknya. Berarti memungkinkan dong kalau berangkat agak maleman, ngejar sunrise terus turun lagi, demi menghemat bawaan?

    By the way aku baru tau kalau dirimu pernah kena Bels Palsy, semoga sehabis ini sehat-sehat selalu ya Sir.

    Tetap semangat, tetap jalan-jalan, dan tetap berbagi 😊

    BalasHapus
  5. Hehe. Terima kasih mas Bart :) Iya mas, sekitaran setahun yang lalu kena bels palsy. Kalau saran saya si mending nge-camp di sana jadi bisa nikmatin suasana malam di puncak. Kalau berngkt malem banget sampai sana nikmatin sunrise langsung balik (tanpa nge-camp) rasanya capek banget mas.

    BalasHapus
  6. Siip, makasih sarannya Sir. Kepikiran aja sih biar gak ribet bawa bawaan, tapi ya itu resikonya, capek yaa 😊

    BalasHapus
  7. Capek itu pasti mas hehehe. Apa mau dicoba dulu mas

    BalasHapus
  8. Bukan naik gunung kalau ndak capek yaaa?

    BalasHapus
  9. Bener, Andong memang nggak terlalu tinggi, tapi lokasinya yg strategis di antara Merapi, Merbabu, dan gunung-gunung raksasa lainnya, membuat Andong tetap memikat minat para pendaki lainnya :)

    Anyway, Bels Palsy itu penyakit apa, Yas?

    BalasHapus
  10. Pengen nyobain ke Andong lagi kapan-kapan pas enggak kabut hehe. Bels palsy itu penyakit yang menyerang syaraf, sehingga tidak bisa menggerakkan bagian tubuh yang terserang. Lebih gampangnya syaraf mati mas.

    BalasHapus
  11. Sama, sudah lama ga ke gunung, terserang pekerjaan kantor hehee... Btw saya suka penutupnya, lestarikan alam Indonesia!

    BalasHapus
  12. Wah, harus di planing itu mas biar bisa naik gunung lagi. Hehehe

    BalasHapus
  13. Keren view nya, cocok nih buat referensi klo ke Magelang :D

    Download/Watch The Martian (2015)

    BalasHapus